07
Mei
Menurut Goleman (1995) menjelaskan bahwa orang-orang
yang terampil dalam berinteraksi sosial memiliki kecerdasan sosial yang dapat
menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka membaca
reaksi dan
perasaan mereka, mampu memimpin dan mengorganisasi serta pintar menangani
perselisihan yang muncul. Lebih lanjut Goleman (1995) menjelaskan bahwa
hubungan sosial yang baik dapat ditinjau
dari
dimensi-dimensi keterampilan sosial yaitu : dimensi penaruh, dimensi
komunikasi, dimensi manajeman konflik, dimensi kepemimpinan, dimensi
katalisator.
Pada anak jaman
sekarang terlihat rendahnya keterampilan sosial yang mereka miliki dan ini
menjadi pekerjaan rumah bagi guru di sekolah maupun orang tua di rumah.
Rendahnya
keterampilan sosial anak membuat anak kurang mampu dalam menjalin interaksi sosial
dengan lingkungannya. Metode bermain peran dapat menjadi solusi untuk
menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan sosial yang cenderung diabaikan oleh
lingkungan.
(mendengarkan arahan bermin peran)
Menurut Yuliani
Nurani Sujiono, dkk (2008), bermain peran atau role playing adalah suatu
kegiatan untuk memerankan sesuatu diluat perannya sendiri agar anak dapat
memiliki pemahaman dan pandangan yang benar tentang sejarah di masa lampau,
kemungkinan peristiwa di masa dating dan peristiwa hangat yang memiliki arti
penting di masa kini atau situasi yang diciptakan suatu saat dan disetiap
tempat. Seorang anak yang sedang bermain peran akan masuk ke dunia orang lain
dengan jalan mengkreasi sikap dan tindakan orang yang diperankannya dengan
maksud agar ia dapat memahami orang lain tersebut secara lebih baik.
Prosedur bermain
peran menurut Uno (2008: 26) terdiri atas sembilan langkah,
yaitu:
a) Persiapan atau pemanasan
Guru berupaya memperkenalkan murid pada permasalahan
yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari
dan menguasainya. Hal ini bisa muncul dari imajinasi murid atau sengaja
disiapkan oleh guru. Sebagai contoh, guru menyediakan suatu cerita untuk dibaca
di depan kelas. Pembacaan cerita berhenti jika dilema atau masalah dalam cerita
menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang
membuat murid berpikir tentang hal tersebut dan membuat mereka untuk
berimajinasi.
b) Memilih pemain (partisipan)
Murid dan guru membahas karakter dari setiap pemain
dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain, guru dapat
memilih murid yang sesuai untuk memainkannya (jika murid pasif atau diduga
memiliki keterampilan berbicara yang rendah) atau murid sendiri yang
mengusulkannya.
c) Menata panggung (ruang kelas)
Guru mendiskusikan dengan murid di mana dan
bagaimana peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang diperlukan.
d) Menyiapkan pengamat (observer)
Guru menunjuk murid sebagai pengamat, namun demikian
penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam
permainan peran.
e) Memainkan peran
Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada
awalnya akan banyak murid yang masih bingung memainkan perannya atau
bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan mungkin ada
yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu
jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah
berikutnya.
f) Diskusi dan evaluasi
Guru bersama dengan murid mendiskusikan permainan
tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan
perbaikan akan muncul, mungkin ada murid yang meminta untuk berganti peran atau
bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah.
g) Bermain peran ulang
Permainan peran ulang seharusnya berjalan lebih
baik, murid dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.
h) Diskusi dan evaluasi kedua
Pembahasan diskusi dan evaluasi kedua diarahkan pada
realitas. Mengapa demikian? Pada saat permainan peran dilakukan banyak peran
yang melampaui batas kenyataan, sebagai contoh seorang murid memainkan peran
sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini
dapat menjadi bahan diskusi.
i) Berbagi pengalaman dan diskusi
Murid diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema
permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan.
Misalnya murid akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi
habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana sebaiknya murid
menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi Ayah dari murid tersebut,
sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini, murid akan belajar
tentang kehidupan.
Selain menumbuhkan
dan mengembangkan keterampilan sosial bagi anak didik, metode ini memberi
kesempatan kepada anak untuk mengembangkan imajinasinya dalam memerankan
seorang tokoh. Mereka diberi kebebasan untuk berekspresi dan menggunakan
benda-benda sekitarnya agar lebih menghayati peran yang mereka mainkan. Metode
bermain peran juga dapat membantu guru dalam pembentukan karakter pada anak sesuai
salah
satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan
bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta
didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU
Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan
Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga
nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang
bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Contoh kegiatan metode bermain
peran yang dapat membentuk perilaku anak salah satunya adalah bermain Tamu dan
Tuan rumah. Disini anak dibagi menjadi 2 kelompok ada yang berperan
sebagai tuan rumah dan satunya lagi berperan sebagai tamu. Sebelum permainan
dimulai guru memberikan penjelasan bagaimana cara menjadi tamu yang baik,
dimulai dari memberi salam dan sampai pulangnya. yang sebagai tuan rumah juga
diberi penjelasan bagaimana cara menerima tamu dengan baik, mulai membalas
salam, membukakan pintu sampai membuatkan minuman untuk tamunya. Jika ada
kesalahan disaat permainan dimulai pada murid-murid dalam perilakunya maka
disini guru berperan untuk memperbaiki sikap yang salah menjadi benar hingga
terbentuknya karakter yang baik pada anak-anak tersebut dengan baik.
Didalam permainan itu ruangan disetting membentuk pola seperti rumah sungguhan.
Bukan hanya bermain peran tuan
rumah dan tamu saja, tapi juga bisa bermain peran penjual dan pembeli, dokter
dan pasien, dll. Secara tidak langsung setelah memainkan bermain peran
tersebut, anak sudah mendapatkan ilmu dan perilaku yang baik tentang cara
bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain, bersikap yang baik dan sopan,
bicara dengan tutur yang baik dan kreatif hingga sesuai dengan pendidikan
karakter yang tengah berjalan disaat ini.
Pendidikan karakter yang
dimasukkan ke dalam kegiatan metode bermain peran ini di nilai sangat penting
untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan karakter adalah proses
pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang
memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur dan 18 butir nilai-nilai
pendidikan karakter yaitu , Religius,
Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa
Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi,
Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli
sosial, Tanggung jawab.
sumber tulisan :
https://yudhaenisanew.blogspot.co.id/2015/07/peran-metode-bermain-peran-dalam
Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini oleh Dr. Yuliani Nurani S, M.Pd.
0 Response to "Bermain Peran Pada Anak Usia Dini"
Posting Komentar