Bermain Peran Pada Anak Usia Dini


Menurut  Goleman (1995) menjelaskan bahwa orang-orang yang terampil dalam berinteraksi sosial memiliki kecerdasan sosial yang dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka membaca
reaksi dan perasaan mereka, mampu memimpin dan mengorganisasi serta pintar menangani perselisihan yang muncul. Lebih lanjut Goleman (1995) menjelaskan bahwa hubungan sosial yang baik dapat ditinjau
dari dimensi-dimensi keterampilan sosial yaitu : dimensi penaruh, dimensi komunikasi, dimensi manajeman konflik, dimensi kepemimpinan, dimensi katalisator.
Pada anak jaman sekarang terlihat rendahnya keterampilan sosial yang mereka miliki dan ini menjadi pekerjaan rumah bagi guru di sekolah maupun orang  tua di rumah.
Rendahnya keterampilan sosial anak membuat anak kurang mampu dalam menjalin interaksi sosial dengan lingkungannya. Metode bermain peran dapat menjadi solusi untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan sosial yang cenderung diabaikan oleh lingkungan.


(mendengarkan arahan bermin peran)

Menurut Yuliani Nurani Sujiono, dkk (2008), bermain peran atau role playing adalah suatu kegiatan untuk memerankan sesuatu diluat perannya sendiri agar anak dapat memiliki pemahaman dan pandangan yang benar tentang sejarah di masa lampau, kemungkinan peristiwa di masa dating dan peristiwa hangat yang memiliki arti penting di masa kini atau situasi yang diciptakan suatu saat dan disetiap tempat. Seorang anak yang sedang bermain peran akan masuk ke dunia orang lain dengan jalan mengkreasi sikap dan tindakan orang yang diperankannya dengan maksud agar ia dapat memahami orang lain tersebut secara lebih baik.
Prosedur bermain peran menurut Uno (2008: 26) terdiri atas sembilan langkah, yaitu:
a)    Persiapan atau pemanasan
Guru berupaya memperkenalkan murid pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Hal ini bisa muncul dari imajinasi murid atau sengaja disiapkan oleh guru. Sebagai contoh, guru menyediakan suatu cerita untuk dibaca di depan kelas. Pembacaan cerita berhenti jika dilema atau masalah dalam cerita menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang membuat murid berpikir tentang hal tersebut dan membuat mereka untuk berimajinasi.
b)    Memilih pemain (partisipan)
Murid dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain, guru dapat memilih murid yang sesuai untuk memainkannya (jika murid pasif atau diduga memiliki keterampilan berbicara yang rendah) atau murid sendiri yang mengusulkannya.
c)    Menata panggung (ruang kelas)
Guru mendiskusikan dengan murid di mana dan bagaimana peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang diperlukan.
d)   Menyiapkan pengamat (observer)
Guru menunjuk murid sebagai pengamat, namun demikian penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran.
e)   Memainkan peran
Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan  banyak murid yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan mungkin ada yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya.
f)     Diskusi dan evaluasi
Guru bersama dengan murid mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul, mungkin ada murid yang meminta untuk berganti peran atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah.
g)    Bermain peran ulang
Permainan peran ulang seharusnya berjalan lebih baik, murid dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.
h)   Diskusi dan evaluasi kedua
Pembahasan diskusi dan evaluasi kedua diarahkan pada realitas. Mengapa demikian? Pada saat permainan peran dilakukan banyak peran yang melampaui batas kenyataan, sebagai contoh seorang murid memainkan peran sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini dapat menjadi bahan diskusi.
i)      Berbagi pengalaman dan diskusi
Murid diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya murid akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana sebaiknya murid menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi  Ayah dari murid tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini, murid akan belajar tentang kehidupan.

Selain menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan sosial bagi anak didik, metode ini memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan imajinasinya dalam memerankan seorang tokoh. Mereka diberi kebebasan untuk berekspresi dan menggunakan benda-benda sekitarnya agar lebih menghayati peran yang mereka mainkan. Metode bermain peran juga dapat membantu guru dalam pembentukan karakter pada anak sesuai salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Contoh kegiatan metode bermain peran yang dapat membentuk perilaku anak salah satunya adalah bermain Tamu dan Tuan rumah. Disini anak dibagi menjadi 2 kelompok ada yang berperan sebagai tuan rumah dan satunya lagi berperan sebagai tamu. Sebelum permainan dimulai guru memberikan penjelasan bagaimana cara menjadi tamu yang baik, dimulai dari memberi salam dan sampai pulangnya. yang sebagai tuan rumah juga diberi penjelasan bagaimana cara menerima tamu dengan baik, mulai membalas salam, membukakan pintu sampai membuatkan minuman untuk tamunya. Jika ada kesalahan disaat permainan dimulai pada murid-murid dalam perilakunya maka disini guru berperan untuk memperbaiki sikap yang salah menjadi benar hingga terbentuknya karakter yang baik pada anak-anak tersebut dengan baik. Didalam permainan itu ruangan disetting membentuk pola seperti rumah sungguhan.
Bukan hanya bermain peran tuan rumah dan tamu saja, tapi juga bisa bermain peran penjual dan pembeli, dokter dan pasien, dll. Secara tidak langsung setelah memainkan bermain peran tersebut, anak sudah mendapatkan ilmu dan perilaku yang baik tentang cara bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain, bersikap yang baik dan sopan, bicara dengan tutur yang baik dan kreatif hingga sesuai dengan pendidikan karakter yang tengah berjalan disaat ini.
Pendidikan karakter yang dimasukkan ke dalam kegiatan metode bermain peran ini di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur dan 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, Tanggung jawab.


sumber tulisan :
https://yudhaenisanew.blogspot.co.id/2015/07/peran-metode-bermain-peran-dalam
Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini oleh Dr. Yuliani Nurani S, M.Pd.